Kasus tabrak lari yang melibatkan anak dari Plt Kasi Propam Polres Tapanuli Selatan (Tapsel), Iptu A, kini menjadi sorotan publik. Anak Iptu A, berinisial AP (16), mengemudikan mobil dinas kepolisian hingga menabrak mobil lain di Jalan Pandu, Medan, Sumatera Utara.
Kejadian tersebut terjadi pada Minggu, 6 Juli 2025 malam. Mobil patroli Propam yang dikendarai AP menabrak mobil yang dikemudikan Fifie Wijaya. Setelah kejadian, AP justru tidak berhenti dan berupaya kabur, sehingga Fifie mengejar mobil tersebut hingga akhirnya berhenti di Jalan Cut Mutia.
Fifie Wijaya, korban tabrak lari, mengunggah video kejadian tersebut di media sosial yang dengan cepat menjadi viral. Dalam video terlihat jelas bagaimana mobil patroli tersebut melaju kencang di tengah hujan tanpa menghiraukan insiden yang baru saja terjadi. “Wah gila sudah menabrak lari, sial. Gila ya, aduh,” ucap Fifie dalam videonya yang menunjukkan kekesalannya.
Kejadian ini semakin memancing kemarahan publik ketika diketahui bahwa pengemudi mobil dinas tersebut adalah seorang remaja, bukan anggota kepolisian. Fifie dalam video tersebut juga mengungkapkan, “Ini sepertinya yang bawa anak-anak. Ini mobilnya sudah tabrak lari. Mobil Propam tabrak orang habis itu lari,”
Kasat Lantas Polrestabes Medan, AKBP I Made Parwita, menyatakan bahwa Iptu A dan Fifie Wijaya telah bertemu di Satlantas Polrestabes Medan pada Senin, 7 Juli 2025. Kedua belah pihak memutuskan untuk menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan.
“Kedua belah pihak telah bertemu pada Senin (7/7). Jadi kedua belah pihak memilih untuk berdamai. Artinya masalah itu diselesaikan dengan jalan kekeluargaan,” jelas AKBP I Made Parwita pada Selasa, 8 Juli 2025.
AKBP I Made Parwita menambahkan bahwa Fifie Wijaya tidak menuntut ganti rugi. Kedua pihak telah membuat surat perdamaian di Satlantas Polrestabes Medan. “Korban tidak menuntut ganti rugi. Jadi dalam pertemuan itu dibuat surat perdamaian di Satlantas Polrestabes Medan,” tambahnya.
Analisis Kasus dan Implikasinya
Kasus ini mengungkap beberapa permasalahan serius. Pertama, penggunaan mobil dinas kepolisian oleh anak di bawah umur jelas melanggar aturan dan prosedur. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang pengawasan dan tanggung jawab penggunaan kendaraan dinas di lingkungan kepolisian.
Kedua, tindakan tabrak lari yang dilakukan AP menunjukkan kurangnya kesadaran hukum dan tanggung jawab. Meskipun kedua belah pihak memilih jalur damai, tindakan AP tetaplah sebuah pelanggaran hukum yang seharusnya ditindaklanjuti.
Ketiga, penyelesaian kasus secara kekeluargaan menimbulkan pertanyaan tentang keadilan dan kepastian hukum. Meskipun korban tidak menuntut ganti rugi, kasus ini tetap perlu dikaji lebih lanjut untuk memastikan tidak ada unsur pembiaran atau ketidakadilan.
Pertimbangan Hukum dan Etika
Dari sisi hukum, AP sebagai pengemudi yang menyebabkan kecelakaan seharusnya bertanggung jawab atas tindakannya. Meskipun usianya masih di bawah umur, peraturan perundang-undangan terkait kecelakaan lalu lintas tetap berlaku. Pihak kepolisian perlu menyelidiki lebih lanjut untuk menentukan sanksi yang sesuai.
Dari sisi etika, tindakan Iptu A, selaku orang tua AP, juga patut dipertanyakan. Sebagai anggota kepolisian, Iptu A seharusnya memberikan contoh yang baik kepada anaknya dan bertanggung jawab atas penggunaan mobil dinas yang berada di bawah pengawasannya.
Peristiwa ini menyoroti pentingnya pengawasan penggunaan mobil dinas, penegakan hukum yang konsisten, dan edukasi terkait tanggung jawab di jalan raya, khususnya kepada anak muda.
Kesimpulannya, kasus ini memerlukan kajian lebih mendalam, bukan hanya dari perspektif hukum, tetapi juga etika dan tanggung jawab. Meskipun telah diselesaikan secara kekeluargaan, kasus ini menjadi pelajaran penting tentang pentingnya kepatuhan hukum, pengawasan penggunaan aset negara, dan tanggung jawab setiap individu dalam berlalu lintas.