Berita  

Penyitaan Harta TPPU: Ancaman Bagi Pihak Ketiga? Pahami Risikonya

Penyitaan Harta TPPU: Ancaman Bagi Pihak Ketiga? Pahami Risikonya
Sumber: Liputan6.com

Seorang penyidik Bareskrim Polri, Alhadi Haq, berhasil meraih gelar Doktor Ilmu Hukum (S3) dari Universitas Borobudur dengan predikat cumlaude. Ia mempertahankan disertasi berjudul ‘Penyitaan dan Perampasan Harta Kekayaan Milik Pihak Ketiga Dalam Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang yang Berkepastian Hukum dan Berkeadilan’. Penelitiannya fokus pada perlindungan hukum bagi pihak ketiga yang beritikad baik dalam kasus penyitaan dan perampasan aset terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Alhadi Haq, atau Hadi, melihat celah hukum yang signifikan dalam perlindungan pihak ketiga yang tidak bersalah dalam kasus TPPU. Ia menemukan banyak ketidakadilan dan ketidakpastian hukum yang perlu segera diperbaiki.

Tiga Isu Utama dalam Penyitaan Aset TPPU

Disertasinya mengupas tiga isu utama. Pertama, ia membahas perlunya penyitaan dan perampasan aset sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Kedua, ia meneliti perlindungan hukum dan keadilan bagi pihak ketiga beritikad baik yang asetnya disita atau dirampas. Ketiga, disertasi ini mengkaji reformulasi norma hukum yang ideal untuk melindungi pihak ketiga, demi kepastian hukum dan keadilan.

Hadi menemukan ketidakpastian hukum yang mencolok, terutama dalam kasus TPPU dengan pidana asal penipuan investasi. Korban penipuan investasi seringkali kehilangan hartanya karena aset pelaku yang berasal dari uang korban tersebut dirampas untuk negara.

Kasus First Travel dan Abu Tours menjadi contoh nyata kerugian yang diderita pihak ketiga beritikad baik. Aset mereka disita atau dirampas karena tercampur dengan hasil kejahatan, meskipun mereka tidak terlibat dalam TPPU.

Mekanisme Perlindungan yang Belum Memadai

Mekanisme perlindungan yang ada, seperti penggantian kerugian dan pengajuan keberatan, masih belum jelas dan seringkali merugikan pihak ketiga. Hal ini disebabkan oleh kurangnya payung hukum yang komprehensif dan rinci.

Hadi menyarankan revisi Undang-Undang atau pembentukan peraturan baru untuk memberikan perlindungan yang adil dan kepastian hukum bagi pihak ketiga beritikad baik. TPPU merupakan kejahatan kompleks yang berdampak luas, tidak hanya pada pelaku utama.

Penyitaan dan perampasan aset dalam TPPU seringkali menyasar aset pihak ketiga yang tidak bersalah. Ini menciptakan dilema hukum antara pemulihan kerugian negara dan perlindungan hak-hak pihak ketiga.

Undang-Undang TPPU telah mengatur mekanisme penyitaan dan perampasan, serta memungkinkan keberatan dari pihak ketiga. Namun, kurangnya detail dan pengaturan yang menyeluruh menciptakan ketidakpastian hukum.

Dampak Kekosongan Hukum dan Solusi yang Diusulkan

Ketentuan hukum yang ada belum sepenuhnya selaras dengan RUU KUHAP dan RUU Perampasan Aset. Akibatnya, perlindungan hak kepemilikan pihak ketiga tidak konsisten dan aparat penegak hukum kekurangan pedoman untuk memisahkan aset sah dari hasil kejahatan.

Kondisi ini membuka peluang kesalahan prosedur dan penyalahgunaan wewenang, merusak kepercayaan publik pada sistem peradilan. Aparat penegak hukum berada dalam dilema: menyita aset kejahatan sambil melindungi hak pemilik sah yang tidak terlibat.

Hadi mengusulkan pembaruan hukum acara pidana dengan pengaturan eksplisit untuk perlindungan dan pemisahan aset milik pihak ketiga beritikad baik. Klusterisasi aset berdasarkan dasar hukum kepemilikan (hak jaminan, hak fidusia, dll) bisa menjadi solusi.

Selain aspek teknis, pendekatan alternatif seperti penyerahan sukarela barang bukti, mediasi, dan restorative justice untuk kasus TPPU dengan kerugian kecil dan tanpa dampak sosial bisa dipertimbangkan. Restorative justice memungkinkan penyelesaian sengketa secara damai, melibatkan pelaku, korban, dan pihak ketiga.

Penerapan mediasi non-penal dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan akan lebih efisien. Namun, hal ini memerlukan regulasi yang jelas dan terintegrasi dalam sistem peradilan pidana. Mediasi dan mekanisme keberatan pihak ketiga harus diatur sejak tahap penyelidikan hingga persidangan.

Perlindungan hukum bagi pihak ketiga beritikad baik sangat penting, bukan hanya soal hak milik, tetapi juga prinsip keadilan dan kepastian hukum. Rekonstruksi hukum menjadi mendesak seiring meningkatnya kompleksitas kasus TPPU di Indonesia. Regulasi yang komprehensif akan memudahkan aparat penegak hukum dan melindungi pihak ketiga dari penyitaan dan perampasan aset yang tidak proporsional.

Kesimpulannya, penelitian Dr. Alhadi Haq menyoroti pentingnya reformasi hukum untuk melindungi hak-hak pihak ketiga dalam kasus TPPU. Dengan payung hukum yang kuat dan terperinci, sistem peradilan pidana Indonesia dapat menjadi lebih adil dan efektif dalam memberantas kejahatan keuangan.

Ikuti Kami di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *