Berita  

Amandemen UU Pemilu: MK Pisah Pemilu, PKB Usul Solusi

Amandemen UU Pemilu: MK Pisah Pemilu, PKB Usul Solusi
Sumber: Liputan6.com

Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini mengeluarkan putusan yang cukup mengejutkan, yaitu memisahkan penyelenggaraan Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah. Keputusan ini berdampak besar pada sistem kepemiluan Indonesia dan memicu berbagai reaksi, termasuk usulan amandemen terbatas Undang-Undang Kepemiluan.

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), melalui perwakilannya di Komisi II DPR RI, telah mengajukan usulan amandemen. Hal ini dinilai perlu untuk mengakomodasi putusan MK dan menyesuaikan regulasi yang ada.

PKB Usul Amandemen Terbatas UU Kepemiluan

Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKB, Muhammad Khozin, menyatakan bahwa pihaknya mengusulkan amandemen terbatas UU Kepemiluan. Usulan ini muncul sebagai respons atas putusan MK yang menyatakan Pemilu Nasional dan Daerah tidak dapat digelar secara serentak.

Khozin menambahkan bahwa diskusi di Komisi II telah menghasilkan kesepakatan untuk melakukan amandemen. Hal ini dianggap sebagai solusi paling efektif untuk menghadapi perubahan sistem kepemiluan.

Putusan MK tidak hanya berdampak pada revisi UU Pemilu, tetapi juga berimplikasi pada UU Pilkada dan UU Pemerintahan Daerah. Oleh karena itu, revisi UU Pemilu perlu dilakukan secara komprehensif.

Khozin memperkirakan revisi UU Pemilu tidak akan berdiri sendiri, dan akan memerlukan modifikasi lebih besar, bahkan mungkin dalam bentuk omnibus law. Ini akan menuntut proses revisi yang lebih panjang dan matang.

Sikap Fraksi PKB Terhadap Putusan MK

Ketua Fraksi PKB, Jazilul Fawaid, menyatakan bahwa Fraksi PKB menghormati putusan MK. Namun, ia juga menyampaikan sejumlah catatan penting terkait putusan tersebut.

Jazilul mengingatkan bahwa MK bertugas sebagai penjaga konstitusi, bukan sebagai pembuat undang-undang. Putusan MK seharusnya tidak sampai pada pembuatan norma-norma baru.

Ia mempertanyakan peran MK yang tidak hanya menjaga konstitusi, tetapi juga ikut mengatur dan membuat norma baru. Hal inilah yang menjadi sumber kontroversi dan perdebatan.

Pemerintah Bentuk Tim Kajian Putusan MK

Menanggapi putusan MK, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi, menjelaskan bahwa pemerintah membentuk tim khusus untuk mengkaji putusan tersebut. Kajian ini penting untuk menganalisis implikasi dari putusan MK secara komprehensif.

Tim kajian ini beranggotakan Kemensetneg, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Hukum dan HAM. Mereka akan menganalisis putusan MK tidak hanya dari sisi legal formal, tetapi juga dari sisi teknis operasional.

Pemerintah membutuhkan waktu untuk melakukan kajian secara mendalam. Setelah kajian selesai, tim akan meminta petunjuk kepada Presiden Prabowo Subianto untuk menentukan langkah selanjutnya.

Meskipun tengah fokus bekerja, pemerintah tetap menghormati putusan MK. Namun, pemerintah juga akan melakukan analisis menyeluruh atas putusan tersebut sebelum mengambil langkah lebih lanjut.

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pemilu nasional dan daerah harus dipisahkan. Pemilu nasional meliputi pemilihan DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, sementara pemilu daerah mencakup pemilihan DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Wali Kota/Wakil Wali Kota.

Putusan ini mengabulkan sebagian permohonan dari Perludem. MK menyatakan Pasal 167 ayat (3) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mengikat.

MK menetapkan jeda waktu antara pemilu nasional dan daerah minimal 2 tahun dan maksimal 2 tahun 6 bulan. Hal ini menjadi dasar perubahan sistem penyelenggaraan pemilu ke depan.

Reaksi terhadap putusan MK beragam. PKB mengusulkan amandemen terbatas UU Kepemiluan, sementara pemerintah membentuk tim kajian. Diskusi dan proses politik selanjutnya akan menentukan arah reformasi sistem kepemiluan di Indonesia.

Ikuti Kami di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *