Pelatih Timnas U-23 Indonesia, Gerald Vanenburg, melontarkan kritik pedas terhadap regulasi baru Super League 2025-2026. Regulasi yang dikeluarkan PT Liga Indonesia Baru (LIB) ini mengatur kewajiban klub untuk mendaftarkan lima pemain U-23, dengan satu di antaranya wajib bermain minimal 45 menit per pertandingan. Aturan ini dinilai kontraproduktif, terutama mengingat peningkatan kuota pemain asing menjadi 11 orang, delapan di antaranya dapat diturunkan di lapangan secara bersamaan.
Kebijakan ini memicu kekhawatiran akan semakin minimnya kesempatan bermain bagi pemain muda lokal. Vanenburg, dalam wawancara di Stadion Madya, Senayan, Kamis (10/7/2025), bahkan menyebut regulasi tersebut sebagai “lelucon”.
Regulasi Super League 2025-2026: Ancaman bagi Pembinaan Pemain Muda?
Vanenburg menyatakan keprihatinannya terhadap dampak regulasi ini terhadap pengembangan pemain muda Indonesia. Ia menekankan pentingnya kesempatan bermain bagi pemain U-23 untuk berkembang. Periode usia 20 hingga 23 tahun merupakan masa emas bagi pemain muda untuk mengasah kemampuan di level senior. Vanenburg mencontohkan dirinya sendiri yang sudah bermain untuk Ajax Amsterdam sejak usia 17 tahun.
Ia menyayangkan minimnya kesempatan bagi pemain muda berbakat Indonesia untuk berkembang. Menurutnya, regulasi ini justru menghambat pembinaan jangka panjang pemain muda Indonesia.
Konflik Regulasi Pemain Asing dan Pemain Muda
Regulasi baru Super League 2025-2026 memang kontroversial. Di satu sisi, peningkatan kuota pemain asing bertujuan meningkatkan daya saing Liga 1 di kancah internasional. Di sisi lain, ketentuan minimal 45 menit bermain untuk satu pemain U-23 dinilai tidak seimbang dengan jumlah pemain asing yang diperbolehkan.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan semakin berkurangnya menit bermain bagi pemain lokal. Apalagi, pada musim sebelumnya, saat kuota pemain asing masih enam orang, klub-klub sudah kesulitan memberikan menit bermain yang cukup bagi pemain Indonesia.
Pandangan Pengamat: Sebuah Keputusan Terburu-buru?
Pengamat sepak bola nasional, Akmal Marhali, senada dengan Vanenburg. Ia menilai regulasi ini terburu-buru dan belum mempertimbangkan kondisi sepak bola Indonesia yang masih berkembang. Akmal menganggap kebijakan ini lebih banyak mudarat daripada manfaatnya.
Ia menyoroti potensi berkurangnya kesempatan bermain bagi pemain lokal dengan diperbolehkannya delapan pemain asing bermain bersamaan. Dengan kondisi tersebut, Indonesia akan semakin sulit untuk mencetak pemain lokal berkualitas.
Dengan peningkatan kuota pemain asing, klub-klub kemungkinan besar akan lebih memprioritaskan pemain asing yang dianggap lebih berpengalaman. Hal ini dapat berdampak negatif terhadap pemain muda Indonesia yang membutuhkan kesempatan bermain untuk mengembangkan potensi mereka.
Regulasi ini menjadi sorotan utama menjelang musim baru Super League 2025-2026. Banyak pihak yang mempertanyakan efektifitas regulasi ini dalam meningkatkan kualitas sepak bola Indonesia secara keseluruhan. Perdebatan mengenai keseimbangan antara pengembangan pemain lokal dan peningkatan daya saing liga masih akan terus berlanjut. Semoga ke depannya, regulasi yang dikeluarkan dapat lebih memperhatikan aspek pembinaan pemain muda lokal.