Kepala BNN: Tangkap Bandar, Bukan Artis Pengguna Narkoba

Kepala BNN: Tangkap Bandar, Bukan Artis Pengguna Narkoba
Sumber: CNNIndonesia.com

Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen Marthinus Hukom, mengeluarkan larangan tegas bagi seluruh anggotanya untuk menangkap pengguna narkoba, termasuk kalangan artis. Pernyataan ini disampaikan setelah beliau memberikan kuliah umum di Universitas Udayana, Bali, Selasa (15/7).

Larangan tersebut didasarkan pada Undang-Undang Narkotika yang mengatur bahwa pengguna narkoba harus menjalani rehabilitasi, bukan hukuman pidana. “Lho kan begini, jangankan artis, semua pengguna (narkoba) saya larang untuk ditangkap. Karena rezim Undang-undang kita mengatakan bahwa dibawa ke rehabilitasi,” tegas Marthinus.

Indonesia memiliki 1.496 Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) yang berfungsi sebagai pusat kesehatan dan lembaga rehabilitasi. Marthinus mengajak masyarakat yang memiliki anggota keluarga pengguna narkoba untuk melapor kepada pihak berwenang agar mereka bisa mendapatkan penanganan yang tepat.

Ia menekankan pentingnya rehabilitasi dan memberikan peringatan keras kepada petugas penegak hukum yang mencoba memproses pengguna narkoba secara pidana. “Tidak diproses ya, tolong dicatat ya, tidak diproses. Kalau ada petugas penegak hukum yang coba-coba bermain memproses itu, dia berhadapan dengan hukum itu sendiri. Kan sudah diatur, lapor wajib diterima, lalu direhabilitasi tanpa proses hukum,” ujarnya.

Marthinus memandang pengguna narkoba sebagai korban dari para bandar. “Jadi gini, pengguna itu dia adalah korban. Kalau ada artis yang menggunakan, berarti moralnya perlu dipertanyakan. Jadi bukan kita harus menangkap dan membawa ke pengadilan,” jelasnya.

Ia mencontohkan kasus musisi Fariz RM yang berulang kali terjerat kasus narkoba. Penangkapan berulang kali tidak menghentikan kebiasaan tersebut, menunjukkan betapa pentingnya pendekatan rehabilitasi daripada hukuman penjara. “Seperti kasus Fariz RM, berapa kali dia menggunakan dan ditangkap? Artinya dia dalam kondisi sebagai orang yang ketergantungan. Kalau, kita membawa dia ke penjara, kita menghukum dia untuk kedua kalinya. Kita menjadikan korban untuk kedua kalinya,” katanya.

Rehabilitasi, khususnya rehabilitasi inap jangka panjang dengan intervensi yang tepat, dinilai sebagai solusi yang lebih efektif. Meskipun demikian, Marthinus mengakui bahwa masih banyak pengguna yang kambuh setelah menjalani rehabilitasi.

Terkait potensi kesalahan asesmen narkotika di tingkat bawah, Marthinus merujuk pada Surat Edaran MA Nomor 4 Tahun 2010. Surat edaran ini menjelaskan tentang gramisasi batas maksimal penggunaan narkoba; satu gram biasanya mengindikasikan pengguna, bukan pengedar. Namun, asesmen tetap harus mempertimbangkan informasi intelijen lainnya untuk memastikan status sebenarnya dari pengguna tersebut.

Kesimpulannya, penegakan hukum terkait narkoba harus lebih mengedepankan rehabilitasi bagi pengguna, bukan penahanan. Hal ini memerlukan kerjasama yang baik antar lembaga terkait dan peningkatan kualitas asesmen untuk membedakan pengguna dan pengedar narkoba. Pendekatan holistik dan berfokus pada pemulihan menjadi kunci dalam mengatasi masalah penyalahgunaan narkoba.

Video terkait penangkapan kurir narkoba di Asahan yang nekat menceburkan diri ke laut, menunjukkan betapa seriusnya peredaran narkoba dan betapa pentingnya peran penegak hukum dalam memberantas peredaran narkoba sekaligus melindungi para korban penyalahgunaan narkoba.

Ikuti Kami di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *