Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan empat tersangka dalam kasus korupsi pengadaan digitalisasi pendidikan Kemendikbud Ristek tahun 2019-2023. Kerugian negara akibat kasus ini mencapai angka fantastis, yaitu Rp1,98 triliun.
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengumumkan penetapan tersangka tersebut pada Selasa (15/7/2025) di Kejagung, Jakarta Selatan. Ia merinci kronologi dan dampak kerugian negara yang signifikan.
Kerugian Negara Mencapai Rp1,98 Triliun
Kerugian negara sebesar Rp1.980.000.000.000 diakibatkan oleh pelaksanaan pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Kemendikbud Ristek. Pengadaan ini berlangsung dari tahun 2020 hingga 2022.
Dana yang digunakan berasal dari APBN Kemendikbud Ristek dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Total anggaran yang digelontorkan mencapai Rp9.307.645.245.000 untuk pengadaan 1,2 juta unit laptop Chromebook.
Menurut keterangan Dirdik, penggunaan Chromebook dengan sistem operasi Chrome OS dinilai kurang optimal untuk guru dan siswa. Sistem operasi ini dianggap sulit digunakan, terutama bagi para pendidik dan pelajar.
Empat Tersangka Ditetapkan
Keempat tersangka yang telah ditetapkan adalah Sri Wahyuningsih (SW), Mulatsyah (MUL), Juris Tan (JT), dan Ibrahim Arif (IBAM).
SW menjabat sebagai Direktur SD Kemendikbud Ristek, sementara MUL menjabat sebagai Direktur SMP Kemendikbud Ristek. JT merupakan staf khusus Mendikbud Ristek Nadiem Makarim, dan IBAM bertugas sebagai Konsultan Teknologi Kemendikbud Ristek.
Mulatsyah dan Sri Wahyuningsih ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan. Penahanan dilakukan setelah proses penyidikan yang cukup panjang.
Status Penahanan Tersangka Bervariasi
Juris Tan, yang saat ini berada di luar negeri, belum ditahan. Proses hukum terhadapnya akan dilakukan setelah kepulangannya ke Indonesia.
Ibrahim Arif menjalani penahanan kota. Hal ini dikarenakan kondisi kesehatannya yang terganggu, khususnya masalah jantung yang kronis. Keputusan ini berdasarkan hasil pemeriksaan dokter dan pertimbangan penyidik.
Para tersangka dijerat dengan beberapa pasal. Mereka diduga melanggar Pasal 1 angka 14 juncto Pasal 42 ayat 1 juncto Pasal 43 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2016 tentang Administrasi Pemerintahan.
Selain itu, mereka juga diduga melanggar Pasal 131 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Juga terdapat dugaan pelanggaran Pasal 2 ayat 1, Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Kasus korupsi pengadaan Chromebook ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Proses hukum yang sedang berjalan diharapkan dapat mengungkap seluruh aktor yang terlibat dan memberikan efek jera bagi pelaku korupsi di sektor pendidikan.
Besarnya kerugian negara yang mencapai hampir dua triliun rupiah menunjukkan dampak serius dari korupsi terhadap pembangunan nasional. Kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya pengawasan yang ketat terhadap penggunaan anggaran negara, terutama dalam sektor pendidikan yang sangat krusial bagi kemajuan bangsa.