Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap peran dua mantan pejabat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam kasus dugaan korupsi program digitalisasi pendidikan tahun 2019-2022. Kedua tersangka, Sri Wahyuningsih (SW) dan Mulyatsyah (MUL), masing-masing menjabat sebagai Direktur Sekolah Dasar dan Direktur Sekolah Menengah Pertama di Kemendikbudristek pada tahun 2020-2021. Kasus ini terkait pengadaan Chromebook untuk sekolah-sekolah di Indonesia.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan keterlibatan kedua tersangka. Mereka terlibat dalam rapat Zoom yang dipimpin langsung oleh Mendikbudristek saat itu, Nadiem Makarim. Dalam rapat tersebut, Nadiem memerintahkan pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) tahun 2020-2022 menggunakan sistem operasi Chrome OS dari Google, meskipun proses pengadaan belum dimulai.
Sri Wahyuningsih, pada 30 Juni 2020, memerintahkan pejabat pembuat komitmen (PPK) di Direktorat SD, BH, untuk menindaklanjuti perintah Nadiem Makarim. Namun, karena BH dianggap tidak mampu melaksanakan perintah tersebut, SW menggantinya dengan WH pada hari yang sama. WH kemudian ditugaskan untuk segera melakukan pemesanan Chromebook setelah bertemu dengan pihak ketiga, PT Bhinneka Mentari Dimensi.
Lebih lanjut, SW juga menginstruksikan WH untuk mengubah metode pengadaan dari e-catalog menjadi SIPLAH (Sistem Informasi Pengadaan Sekolah). SW bahkan membuat petunjuk pelaksanaan bantuan pemerintah pengadaan TIK di Kemendikbudristek untuk SD, menetapkan pengadaan 15 unit laptop dan satu unit connector per sekolah dengan harga Rp88.250.000 per sekolah dari dana transfer Satuan Pendidikan Kemendikbudristek.
SW juga membuat Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Tahun 2021 untuk pengadaan tahun 2021-2022, yang juga menekankan penggunaan Chrome OS. Tindakan serupa dilakukan oleh Mulyatsyah. Ia juga menindaklanjuti perintah Nadiem Makarim untuk menggunakan Chrome OS dalam pengadaan TIK di Direktorat SMP. Pada 30 Juni 2020, Mulyatsyah memerintahkan HS, PPK di Direktorat SMP Tahun 2020, untuk melakukan pemesanan melalui PT Bhinneka Mentari Dimensi.
Mulyatsyah juga membuat Juklak Pengadaan Peralatan TIK SMP Tahun 2020 yang mengarahkan penggunaan Chrome OS untuk tahun anggaran 2021-2022, sejalan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 5 Tahun 2021 yang dibuat oleh Nadiem Makarim. Perbuatan kedua mantan pejabat ini diduga menyebabkan kerugian negara.
Peran Tersangka Lainnya dan Tuntutan Hukum
Selain SW dan MUL, Kejagung juga menetapkan tiga tersangka lain, yaitu Jurist Tan (JT) selaku Staf Khusus Mendikbudristek, dan Ibrahim Arief (IBAM) selaku mantan konsultan teknologi di Kemendikbudristek. Keempat tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan lebih lanjut mengenai pengawasan dalam pengadaan barang dan jasa di pemerintahan dan peran serta tanggung jawab Menteri Nadiem Makarim dalam kasus ini masih terus diselidiki. Proses hukum akan terus berlanjut untuk mengungkap seluruh fakta dan menetapkan hukuman yang setimpal bagi para tersangka.
Kejagung akan terus mendalami kasus ini untuk mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain. Perkembangan terbaru dari investigasi ini akan terus dipantau oleh publik.
Proses hukum akan terus berjalan, dan diharapkan akan memberikan keadilan bagi masyarakat dan menjadi pembelajaran berharga untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah di masa mendatang.