Berita  

KPK Tangkap 4 Tersangka Korupsi Pengurusan TKA Kemenaker

KPK Tangkap 4 Tersangka Korupsi Pengurusan TKA Kemenaker
Sumber: Liputan6.com

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menahan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengurusan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Penahanan ini dilakukan setelah penyidik KPK menemukan bukti yang cukup untuk mendukung proses hukum lebih lanjut. Keempat tersangka tersebut merupakan bagian dari delapan tersangka yang telah ditetapkan pada tanggal 5 Juni 2025.

Ketua KPK, Setyo Budiyanto, mengumumkan penahanan tersebut pada Kamis, 17 Juli 2025, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Penahanan akan berlangsung selama 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 17 Juli hingga 5 Agustus 2025.

Penahanan Empat Mantan Pejabat Kemenaker

Empat tersangka yang ditahan berinisial SH, HY, WP, dan DA. Mereka masing-masing adalah Suhartono (mantan Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kemenaker), Haryanto (mantan Dirjen Binapenta dan PKK Kemenaker), Wisnu Pramono (mantan Direktur Pengendalian Penggunaan TKA Kemenaker), dan Devi Anggraeni (mantan Direktur PPTKA Kemenaker).

Keempat tersangka ditahan di Rumah Tahanan Cabang Gedung Merah Putih KPK. Mereka dijerat dengan Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 B junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana junto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pemeriksaan Sebelum Penahanan

Sebelum ditahan, keempat tersangka telah menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melengkapi berkas perkara dan memperkuat bukti-bukti yang telah dikumpulkan. Proses pemeriksaan ini merupakan bagian penting dalam rangkaian proses penegakan hukum yang dilakukan KPK.

Haryanto, selain pernah menjabat sebagai Direktur PPTKA, saat ini menjabat sebagai Dirjen Binapenta Kemnaker. Wisnu Pramono menjabat sebagai Direktur PPTKA pada periode 2017-2019, sedangkan Devi Anggraeni menjabat pada periode 2024-2025. Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, sebelumnya telah mengumumkan jadwal pemeriksaan tersebut.

Kronologi dan Modus Operandi Kasus Korupsi

Kasus ini bermula dari penetapan delapan tersangka oleh KPK terkait pemerasan dalam pengurusan RPTKA (Renciana Penggunaan Tenaga Kerja Asing) di Kemenaker. Delapan tersangka tersebut, termasuk empat yang telah ditahan, diduga telah mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar dari praktik pemerasan tersebut.

RPTKA merupakan dokumen penting bagi tenaga kerja asing untuk bekerja di Indonesia. Tanpa RPTKA, izin kerja dan izin tinggal akan terhambat, mengakibatkan denda bagi tenaga kerja asing. Hal ini dimanfaatkan para tersangka untuk melakukan pemerasan. Praktik korupsi ini diduga berlangsung sejak era kepemimpinan Abdul Muhaimin Iskandar hingga Ida Fauziyah sebagai Menteri Tenaga Kerja.

Modus operandi para tersangka adalah dengan memprioritaskan pemohon yang telah menyetor uang. Pemohon yang tidak menyetor uang akan mengalami hambatan dalam proses pengurusan RPTKA. Para pejabat tinggi diduga memerintahkan bawahannya untuk memungut uang dari para pemohon.

  • Para pejabat tinggi diduga terlibat langsung dalam memberikan perintah untuk memungut uang.
  • Uang yang terkumpul mencapai Rp53,7 miliar dalam periode 2019-2024.
  • Selain delapan tersangka utama, sekitar 85 pegawai di Direktorat PPTKA juga diduga menerima bagian dari uang tersebut, yaitu sekitar Rp8,95 miliar.

Proses pengurusan RPTKA yang seharusnya berjalan secara transparan dan efisien, disalahgunakan oleh para tersangka untuk memperkaya diri sendiri. Sistem yang seharusnya melindungi kepentingan negara justru menjadi alat untuk melakukan praktik korupsi yang merugikan keuangan negara dan menghambat proses investasi asing. Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan dan transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan. KPK berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini hingga ke pengadilan dan memberikan hukuman yang setimpal bagi para pelaku. Semoga kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi seluruh jajaran pemerintahan agar lebih berhati-hati dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya.

Ikuti Kami di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *