Brigadir Muhammad Nurhadi (MN), anggota Bid Propam Polda Nusa Tenggara Barat (NTB), ditemukan tewas di dasar kolam Vila Tekek, Gili Trawangan, Lombok Utara pada Rabu (16/4). Kematiannya diduga akibat penganiayaan. Tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka: dua mantan atasan Brigadir MN, Kompol IMY dan Ipda HC, serta seorang perempuan. Kasus ini masih menyimpan sejumlah misteri dan pertanyaan yang perlu diungkap.
Kronologi Kejadian
Pesta di Kolam Renang
Kejadian bermula dari pesta di vila tersebut yang melibatkan Brigadir MN, dua atasannya (Kompol IMY dan Ipda HC), dan dua perempuan asal Jambi, P dan M. Salah satu tersangka memberikan “sesuatu yang bukan legal” kepada korban untuk dikonsumsi. Berdasarkan informasi yang dihimpun, Nurhadi diduga mengonsumsi ekstasi (inex) dan obat penenang (riklona). Barang tersebut juga dikonsumsi oleh Kompol IMY, Ipda HC, P, dan M. “Nah pesta di sana, (mereka) datang ke sana diberikan lah sesuatu yang bukan legal terhadap almarhum,” ujar Dirreskrimum Polda NTB Kombes Syarif Hidayat pada Jumat (4/7).
Dugaan Percobaan Merayu Perempuan
Penyidikan dan ekshumasi menunjukkan dugaan penganiayaan terjadi antara pukul 20.00 hingga 21.00 WITA. Sebelumnya, kelima orang tersebut berendam di kolam renang. Sebelum kematiannya, Nurhadi diduga mencoba merayu salah satu dari dua perempuan yang hadir. “Ada peristiwa almarhum (Brigadir Nurhadi) mencoba untuk merayu dan mendekati rekan wanita salah satu tersangka, itu ceritanya. Diduga merayu dan itu dibenarkan oleh saksi yang ada di TKP (tempat kejadian perkara),” jelas Syarif.
Hasil Forensik dan Penyebab Kematian
Hasil autopsi oleh ahli forensik Universitas Negeri Mataram (Unram), dr. Arfi Syamsun, menunjukkan korban tewas akibat dicekik. Patah tulang pada tulang lidah korban menjadi indikasi kuat pencekikan. “Kalau tulang lidah yang mengalami patah, maka lebih dari 80 persen penyebabnya karena pencekikan atau penekanan pada area leher,” terangnya. Jasad korban ditemukan dengan sejumlah luka di kepala, tengkuk, punggung, dan kaki, terutama kaki kiri, berupa luka lecet gerus, luka memar, dan luka robek. Meskipun kematian disebabkan tenggelam, cekikan diduga menyebabkan korban pingsan sebelum tenggelam. “Namun tentunya di sini, apa yang membuat orang tidak sadar atau pingsan ketika berada di air, maka kecurigaan saya adalah pada pencekikan tadi itu. Jadi, ada kekerasan pencekikan yang utama, yang membuat bersangkutan (Brigadir Nurhadi) menjadi tidak sadar atau pingsan sehingga berada di dalam air. Itu yang paling dominan,” kata dr. Arfi Syamsun.
Misteri Pelaku Penganiayaan
Meskipun tiga tersangka telah ditetapkan, polisi belum bisa memastikan siapa yang melakukan penganiayaan terhadap Brigadir Nurhadi. “Itu yang masih kita dalami. Sampai hari ini kita belum mendapatkan pengakuan dari tersangka,” ungkap Syarif. Ketiga tersangka dijerat Pasal 351 ayat (3) KUHP dan/atau Pasal 359 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian. Kompol IMY dan Ipda HC telah diberikan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) sebelum ditetapkan sebagai tersangka.
Kasus kematian Brigadir MN ini menyisakan sejumlah pertanyaan penting. Siapa sebenarnya yang mencekik Brigadir Nurhadi? Apakah ada keterlibatan pihak lain yang belum terungkap? Proses hukum yang berjalan diharapkan dapat mengungkap seluruh fakta dan memberikan keadilan bagi Brigadir MN. Transparansi dan penyelidikan yang menyeluruh sangat penting untuk memastikan keadilan ditegakkan dan mencegah kejadian serupa terulang di masa depan. Proses hukum yang adil dan transparan akan menjadi kunci untuk mendapatkan jawaban atas misteri yang masih menyelimuti kematian Brigadir Nurhadi.