Cuaca dingin yang tak biasa melanda beberapa wilayah di Indonesia beberapa waktu lalu telah memicu beragam keluhan dari warganet. Fenomena ini menjadi trending topik di media sosial, dengan kata kunci “dingin” yang ditulis ribuan kali. Keluhan datang dari berbagai daerah, termasuk wilayah yang biasanya dikenal dengan iklim panas seperti Bekasi.
Salah satu warganet di Bekasi mencuitkan, “Momen langka Bekasi dingin,” menggambarkan betapa tidak biasanya cuaca dingin terjadi di sana. Di Jakarta, cuaca dingin yang tak terduga membuat warganet lain bertanya-tanya, “Btw ini Jakarta emang dingin atau gue yang gak enak badan sih?” Bandung, Yogyakarta, dan Solo juga turut merasakan suhu udara yang lebih rendah dari biasanya.
Fenomena ini, yang biasa dikenal sebagai “bediding” di Jawa, merupakan hal yang wajar dalam konteks klimatologi, khususnya selama musim kemarau. BMKG menjelaskan bahwa selama musim kemarau, jarang terjadi hujan dan tutupan awan berkurang. Akibatnya, panas permukaan bumi yang dilepaskan kembali ke atmosfer lebih cepat dan lebih banyak.
Curah hujan yang rendah juga mengakibatkan kelembapan udara rendah, sehingga uap air di dekat permukaan bumi sedikit. Dengan langit yang cerah tanpa awan, panas radiasi balik gelombang panjang langsung dilepaskan ke atmosfer luar. Inilah yang menyebabkan udara di dekat permukaan terasa lebih dingin, terutama di malam hingga pagi hari.
BMKG menambahkan bahwa fenomena ini umum terjadi di wilayah Indonesia dekat khatulistiwa hingga bagian utara. Walaupun pagi hari terasa lebih dingin, siang hari justru terasa lebih panas karena kurangnya awan dan uap air yang memungkinkan radiasi matahari mencapai permukaan bumi secara lebih langsung. Wilayah selatan Indonesia, seperti Sumatera Selatan, Jawa bagian selatan hingga Bali, NTT dan NTB, mengalami suhu udara lebih rendah di siang hari selama musim kemarau.
Bulan Juli biasanya menjadi puncak fenomena ini, terutama di selatan Indonesia. Hal ini dikarenakan angin timuran atau monsun Australia yang kering bertiup melewati wilayah tersebut. Puncak musim dingin Australia pada bulan Juli membuat udara dinginnya mengintrusi wilayah Jawa bagian selatan hingga Bali, NTT dan NTB. Meskipun matahari bersinar terik di siang hari, udara dingin dari monsun Australia lebih dominan dan menyebabkan penurunan suhu udara.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa bediding ditandai dengan perubahan suhu yang ekstrem. Suhu udara dingin menjelang malam hingga pagi hari, lalu melonjak panas di siang hari. “Fenomena bediding itu sebenarnya kan perubahan suhu yang ekstrem. Ditandai suhu udara dingin menjelang malam sampai pagi hari, lalu pada siang hari melonjak panas lagi,” jelas Guswanto. Ia menambahkan bahwa fenomena ini biasanya terjadi pada akhir Mei, awal Juni, Juli dan Agustus.
Walaupun banyak warganet yang merasakan cuaca dingin yang tak biasa, BMKG belum mencatat adanya fenomena bediding secara resmi berdasarkan data suhu dan tanda-tanda yang terukur. Namun, pengalaman warganet tersebut tetap menjadi indikasi penting untuk memperhatikan dan memahami dinamika cuaca di Indonesia yang semakin kompleks.
Selain fenomena bediding, penting juga untuk mempertimbangkan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi suhu udara seperti ketinggian tempat, pola angin lokal, dan pengaruh topografi. Pemahaman yang lebih komprehensif mengenai faktor-faktor ini sangat penting untuk meningkatkan prediksi cuaca yang lebih akurat dan membantu masyarakat untuk mempersiapkan diri menghadapi perubahan cuaca yang ekstrem.
Kesimpulannya, cuaca dingin yang dialami di beberapa wilayah Indonesia akhir-akhir ini, meskipun belum secara resmi dikategorikan sebagai fenomena bediding oleh BMKG, tetap menunjukkan pentingnya meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai dinamika cuaca dan iklim di Indonesia. Penting bagi kita semua untuk selalu mengikuti informasi cuaca terkini dari BMKG dan bersiap menghadapi perubahan suhu udara yang tak terduga.