Pendiri Telegram Wariskan Kekayaan Fantastis pada 100 Anaknya

Pendiri Telegram Wariskan Kekayaan Fantastis pada 100 Anaknya
Sumber: CNNIndonesia.com

Pendiri dan CEO Telegram, Pavel Durov, baru-baru ini mengungkapkan rencana uniknya terkait warisan kekayaan kepada lebih dari 100 anaknya. Pengusaha teknologi asal Rusia ini memiliki enam anak dari hubungan dengan beberapa wanita dan sejumlah anak lainnya melalui donor sperma.

Dalam wawancara dengan majalah Le Point, Durov menjelaskan bahwa ia memperlakukan semua anaknya secara setara, tanpa membedakan antara anak-anak biologisnya dan mereka yang lahir dari donor sperma. “Mereka semua adalah anak-anak saya dan akan memiliki hak yang sama! Saya tidak ingin mereka saling mencabik-cabik satu sama lain setelah kematian saya,” tegasnya.

Keputusan ini menunjukkan komitmen Durov untuk keadilan dan kesetaraan di antara anak-anaknya. Ia menyatakan telah menulis surat wasiat dan memutuskan untuk menunda akses anak-anaknya terhadap kekayaan hingga 30 tahun mendatang.

Alasan di balik keputusan ini cukup mendalam. Durov menginginkan anak-anaknya hidup mandiri dan tidak bergantung pada kekayaan yang melimpah. Ia berharap mereka dapat membangun kehidupan sendiri, mengembangkan potensi, dan meraih kesuksesan tanpa bantuan finansial yang berlebihan. “Saya ingin mereka hidup seperti orang normal, membangun diri mereka sendiri, belajar untuk percaya diri, mampu berkreasi, tidak bergantung pada rekening bank,” jelasnya.

Alasan Penundaan Akses Kekayaan dan Jumlah Kekayaan Durov

Durov menjelaskan bahwa keputusan untuk menunda akses kekayaan hingga 30 tahun didasari oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah risiko yang melekat pada pekerjaannya di Telegram, yang membuatnya memiliki banyak musuh. Ia ingin melindungi anak-anaknya dari potensi konflik atau ancaman yang mungkin timbul.

Terkait jumlah kekayaannya, Durov menolak angka US$13,9 miliar yang diestimasi Bloomberg. Ia menyebut angka tersebut sebagai “teoritis” karena kekayaannya tidak berasal dari penjualan Telegram. Sebagian besar kekayaannya berasal dari investasi di Bitcoin pada tahun 2013. Ia menekankan, “Karena saya tidak menjual Telegram, tidak masalah. Saya tidak memiliki uang ini di rekening bank. Aset likuid saya jauh lebih rendah – dan itu tidak berasal dari Telegram: aset tersebut berasal dari investasi saya di bitcoin pada tahun 2013.”

Kontroversi Telegram dan Tuduhan Terhadap Durov

Telegram, aplikasi pesan instan yang populer dengan lebih dari satu miliar pengguna, dikenal dengan enkripsi tingkat tinggi dan pengawasan yang terbatas. Namun, hal ini juga menjadi sorotan karena potensi penyalahgunaan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Tahun lalu, Durov ditangkap di Paris atas tuduhan yang berkaitan dengan sejumlah kejahatan, termasuk membantu pencucian uang, perdagangan narkoba, dan penyebaran pornografi anak. Durov membantah tuduhan tersebut dan menyebutnya “tidak masuk akal”. Ia berargumen bahwa hanya karena para penjahat menggunakan Telegram, bukan berarti platform itu sendiri terlibat dalam kejahatan tersebut. “Hanya karena para penjahat menggunakan layanan pesan kami di antara banyak layanan lainnya, tidak membuat mereka yang menjalankannya menjadi penjahat,” katanya.

Pernyataan Durov tentang jumlah anaknya yang banyak dan rencana warisannya menimbulkan berbagai reaksi. Beberapa orang mengapresiasi kejujuran dan komitmennya terhadap kesetaraan anak-anaknya. Namun, ada juga yang mengkritik keputusan untuk menunda akses kekayaan hingga 30 tahun, menganggapnya sebagai langkah yang terlalu ketat atau bahkan kontroversial. Terlepas dari kontroversi tersebut, kisah Durov menunjukkan sebuah pendekatan yang unik dalam pengelolaan warisan dan hubungannya dengan anak-anaknya.

Lebih lanjut, kisah ini juga membuka diskusi tentang tanggung jawab sosial seorang individu yang sangat kaya dan bagaimana mereka dapat mendistribusikan kekayaan mereka dengan cara yang bijaksana dan mempertimbangkan dampak jangka panjangnya. Pernyataan Durov tentang “tugas kewarganegaraan” untuk menyumbangkan “bahan donor berkualitas tinggi” juga patut untuk dikaji lebih lanjut dari segi etika dan implikasinya.

Ikuti Kami di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *