Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia tengah menghadapi serangkaian gugatan formil terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI. Salah satu pakar hukum tata negara menyarankan MK untuk meniru pendekatan Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan dalam menangani kasus serupa.
Saran tersebut disampaikan Prof. Susi Dwi Harijanti, Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, selama persidangan pengujian formil UU TNI pada Senin, 7 Juli 2025. Ia menekankan pentingnya partisipasi publik yang bermakna dalam proses pembentukan undang-undang, terutama untuk UU yang berdampak besar pada masyarakat.
Rekomendasi MK Afrika Selatan untuk Uji Formil UU TNI
Prof. Susi menyarankan MK RI untuk mempelajari putusan Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan dalam kasus *Doctors for Life* (2006).
Dalam kasus tersebut, MK Afrika Selatan menekankan pentingnya partisipasi publik yang tidak hanya formal, tetapi juga bermakna (meaningful involvement). Bukan sekadar konsultasi, melainkan keterlibatan yang substansial.
Ia mendorong MK RI mengembangkan “meaningful involvement test” dengan kriteria yang lebih rinci. Hal ini untuk memastikan terpenuhinya partisipasi publik dalam pembentukan undang-undang secara konkret.
Menilai Partisipasi Bermakna dalam Pembentukan UU
Menurut Prof. Susi, MK dapat menggunakan standar kewajaran dalam menilai partisipasi bermakna.
Pertanyaan utamanya adalah: apakah legislator telah bertindak secara layak, wajar, dan proporsional dalam menyediakan ruang partisipasi publik?
Tingkat kewajaran ini bergantung pada dampak UU terhadap publik. Semakin besar dampaknya, semakin tinggi standar partisipasi yang harus dipenuhi.
Keterbatasan waktu, biaya, atau anggaran bukan alasan untuk membatasi partisipasi publik.
Partisipasi Publik yang Terbatas dalam Pembentukan UU TNI
Prof. Susi menyoroti keterbatasan partisipasi publik dalam pembentukan UU TNI.
Salah satu indikatornya adalah waktu pembahasan substansi yang sangat singkat, tidak cukup untuk menjamin partisipasi yang deliberatif dan berkualitas.
UU TNI menyangkut isu fundamental: relasi sipil-militer, potensi perluasan peran TNI dalam pemerintahan sipil, dan perlindungan HAM.
Prof. Susi dihadirkan sebagai ahli oleh pemohon dalam Perkara Nomor 69/PUU-XXIII/2025. Pemohon terdiri dari lima mahasiswa FH Unpad.
Selain Perkara Nomor 69/PUU-XXIII/2025, MK juga memeriksa empat perkara pengujian formil UU TNI lainnya: Nomor 45/PUU-XXIII/2025, 56/PUU-XXIII/2025, 75/PUU-XXIII/2025, dan 81/PUU-XXIII/2025.
Kesimpulannya, saran Prof. Susi untuk MK RI mengarahkan pada pentingnya partisipasi publik yang bermakna dalam proses legislasi. Hal ini sangat relevan, terutama untuk UU yang berdampak luas seperti UU TNI. Pengalaman MK Afrika Selatan bisa menjadi acuan dalam mengembangkan standar penilaian yang lebih objektif dan adil.