Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan apresiasi atas konfirmasi Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Singapura terkait ketidakberadaan Muhammad Riza Chalid (MRC) di Singapura. MRC merupakan tersangka kasus dugaan korupsi minyak mentah yang kini tengah diburu Kejagung.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, menyebut konfirmasi Singapura sebagai dukungan terhadap proses hukum di Indonesia. Informasi ini memudahkan penyidik untuk melacak keberadaan MRC.
Respons Kejagung atas Konfirmasi Singapura
Anang Supriatna menyampaikan terima kasih atas konfirmasi dari pemerintah Singapura. Informasi tersebut telah diterima Kejagung sebelumnya.
Dengan dipastikannya MRC tidak berada di Singapura, Kejagung akan melanjutkan koordinasi dengan negara-negara lain untuk melacak keberadaan tersangka. Proses pencarian akan difokuskan berdasarkan informasi terbaru.
Anang belum dapat menyebutkan negara mana saja yang akan dikoordinasikan dengan Kejagung. Langkah selanjutnya akan ditentukan setelah lokasi MRC teridentifikasi.
Pernyataan Resmi Kemlu Singapura
Kemlu Singapura merilis pernyataan resmi pada Rabu (16/7), menyatakan bahwa catatan imigrasi mereka tidak menunjukan keberadaan MRC di Singapura. MRC telah lama tidak memasuki wilayah Singapura.
Singapura menyatakan kesiapan untuk membantu pemerintah Indonesia jika ada permintaan resmi terkait pencarian MRC. Kerjasama internasional dalam penegakan hukum menjadi kunci keberhasilan kasus ini.
Sebagai informasi, Riza Chalid adalah beneficial owner PT Orbit Terminal Merak. Ia merupakan satu dari delapan tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina.
Pencarian dan Kasus Dugaan Korupsi
Kejagung tengah memburu Riza Chalid karena yang bersangkutan tidak berada di Indonesia saat ditetapkan sebagai tersangka. Langkah-langkah telah dilakukan, termasuk koordinasi dengan perwakilan kejaksaan Indonesia di Singapura.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan dugaan tindak pidana yang dilakukan Riza Chalid. Ia diduga melakukan intervensi kebijakan tata kelola PT Pertamina.
Riza Chalid diduga melakukan kesepakatan kerja sama penyewaan Terminal BBM Tangki Merak. Padahal, PT Pertamina saat itu tidak memerlukan tambahan penyimpanan stok BBM.
Selain itu, Riza Chalid juga diduga menghilangkan skema kepemilikan aset Terminal BBM Merak dalam kontrak kerja sama. Harga kontrak yang ditetapkan pun dinilai sangat tinggi.
Kejagung berkomitmen untuk terus memburu Riza Chalid hingga proses hukum dapat diselesaikan. Kerja sama internasional menjadi kunci dalam menyelesaikan kasus korupsi lintas negara ini.
Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya negara. Kejagung diharapkan dapat mengungkap seluruh rangkaian kejahatan dan memberikan efek jera bagi pelaku korupsi.
Dengan kerja sama internasional dan komitmen penegak hukum, diharapkan kasus ini dapat segera terselesaikan dan memberikan keadilan bagi masyarakat Indonesia. Pengungkapan kasus ini juga penting untuk mencegah terjadinya praktik korupsi serupa di masa mendatang.